"Donasi Infaq dan Amal Jariyah Pembangunan Gedung NU Bumiayu Melalui Bank BSI No Rek 7333744419 dan Bank BRI No Rek 0190-01-000-76556-2 " Mari berlomba-lomba membangun gedung masa depan akhirat"

Ijazah Penarik Rezeki dari Kiai In'amuzzahidin bin Masyhudi Semarang

Semarang, NU Online 

    Kiai In'amuzzahidin bin Masyhudi Pedurungan, Semarang, Jawa Tengah memberikan ijazah untuk memohon rejeki yang banyak dan berkah, serta kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat. Pemberian ijazah ini dilakukannya pada pengajian rutin Komunitas Pecinta Kiai Sholeh Darat (Kopisoda) di Semarang, Ahad (21/3/2021).   

     "Rabbana atina fiddunya hasanah sebanyak 100 kali. Lalu ditutup wa fil akhirati hasanah wa qina 'adzabannar," kata Kiai In'amuzzahidin seperti dituturkan Sekretaris Kopisoda, Much Ichwan.   "Kaidah atau aturannya dibaca setiap hari waktunya bebas. Ijazah ini diberikan secara umum untuk siapa saja," kata Kang Ichwan, sapaan akrabnya.   Pengajian Kopisoda diisi dengan pembacaan kitab Tafsir Hidayaturrahman karya ​​​KH Muhammad Sholeh Darat bin Umar As-Samarani atau Mbah Sholeh Darat. Guru Besar Ilmu Tafsir yang kini Rektor UIN Walisongo Semarang, Imam Taufiq, pada sebuah acara di tahun 2016 mengatakan Mbah Sholeh Darat hidup pada masa penjajahan Belanda dan mengalami berbagai tantangan dalam menyebarkan Islam.   "Di sisi lain, umat pada waktu itu membutuhkan pengetahuan agama yang memadai. Belanda mengekang proses kreatifnya, termasuk dengan melarang penerjemahan Al-Qur'an," kata Prof Imam Taufiq. 

        Menurutnya, Mbah Soleh Darat akhirnya menerbitkan tafsir Al-Qur’an bernuansa lokal setelah mendapat desakan RA Kartini dalam pengajian di rumah Bupati Demak Ario Hadiningrat. Imam Taufiq berpendapat, kitab Faidlurrahman termasuk kategori terjemah tafsir. Artinya, Mbah Sholeh Darat tak hanya menterjemahkan kata per kata tapi juga menafsirkannya.   "Hal ini untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat awam karena penguasaan bahasa Arab yang terbatas. Selain itu, ia menggunakan tulisan Arab Pegon untuk mengelabui penjajah atas penerbitan kitab ini. Mbah Sholeh juga menggunakan penafsiran isyari," ungkapnya. 

    Dengan corak tafsir ini, Mbah Sholeh mampu memberikan sentuhan isyarat-isyarat yang kuat untuk mengkritik penjajah. Tafsir isyari terlihat, misalnya, dalam saat ia menerjemahkan surat al-Baqarah ayat 173 yang menerangkan tentang keharaman (mengkonsumsi) bangkai, darah, daging babi, dan sesembelihan bukan atas nama Allah.   Pengajian Kopisoda sendiri diadakan secara rutin pada pekan ketiga setiap bulannya sejak lima tahun lalu. Pada harlah Kopisoda tahun 2020 lalu, Ketum PBNU KH Said Aqil Siroj mengaku bertanggung jawab untuk ikut mengenalkan KH Muhammad Sholeh Darat al-Samarani kepada masyarakat luas, khususnya warga NU.   Kiai Said mengajak Komunitas Pencinta Kiai Sholeh Darat (Kopisoda) untuk bersama-sama memopulerkan ulama yang dikenal sebagai guru Hadratussyekh KH M Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan itu. "Mari kita kerja keras bagaimana agar nama Mbah Sholeh Darat dikenal seluruh masyarakat Nahdliyin," kata Kiai Said. 

Pewarta            : Kendi Setiawan 

Editor                : Musthofa Asrori

disadur oleh    : Bang Ocung


Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/127452/ijazah-penarik-rezeki-dari-kiai-in-amuzzahidin-bin-masyhudi-semarang
Share:

PENGAJIAN MAFAHIM : DOKUMEN-DOKUMEN TENTANG HADITS TAWASSUL ADAM AS


MWC NU Bumiayu mengadakan kegiatan rutin pengajian Mafahim Hari Ahad, 21 Maret 2021 /07 Sya'ban 1442 di Gedung MWC NU Bumiayu. Dalam Pengajian rutin tersebut diisi dengan rangkaian acara doa bersama, dan kajian kitab Mafahim Yajibu An Tusshohah. 

Pengajian esrsebut dihadiri oleh segenap pengurus MWC NU Bumiayu (Ketua MWC NU Bumiayu H. Taufiq Tohari, S.H dan Ketua Syuriyah KH Wasroh Abdul Wahid, S.Pd) serta badan otonamnya. Hadir pula dalam kegiatan tersebut Ketua Syuriyah PCNU Brebes, KH. Amin Masyhudi dan juga Ketua Tanfizdiyah PCNU Brebes  KH. M. Aqsha, M.Ag. Dalam sambutannya didepan peserta pengajian yang kurang lebih sekitar 256 orang,  KH. M. Aqsha menyampaikan tentang semangat Ke NU an warga Bumiayu, serta tentang SISNU. Beliau menyatakan SISNU adalah program PWNU Jateng dalam  upaya dalam mendata jumlah warga NU di kabupaten Brebes, sehingga dengan diketahuinya data jumlah warga NU akan menjadi modal untuk pemetaan dalam turut serta pembangunan. Disamping itu beliau juga mengajak warga NU untuk menyuskseskan SISNU di kecamatan Bumiayu, dengan harapan warga NU yang terdata bisa mencetak kartu NU (KARTANU) yang sesuai dengan AD/ART yaitu kartu NU yang ditandatanganioleh PC NU kabupaten / kota. 

Sementara unuk kajian mafahim diisi oleh KH Muhammad Khoif Syaroni ( Pengasuh PP Al Habibtaian Kalilangkap ) Bumiayu Brebes, Beliau mengkaji tentang bukti-bukti tentang Tawasulnya Nabi adam,

Berikut adalah kajian kitab mafahim yang disampaikan oleh KH Muhammad Khoif Sya'roni "

Dalam konteks ini Ibnu Taimiyyah menyebut dua hadits seraya berargumentasi dengan keduanya. Ia berkata, “Abu al-Faraj Ibnu al-Jauzi meriwayatkan dengan sanadnya sampai Maisarah. Maisarah berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan engkau menjadi Nabi?” “Ketika Allah menciptakan bumi dan naik ke atas langit dan menyempurnakannya menjadi tujuh langit, dan menciptakan ‘arsy maka Allah menulis di atas kaki ( betis ) ‘arsy “Muhammad Rasulullah Khaatamul Anbiyaa’.” Dan Allah menciptakan sorga yang ditempati oleh Adam dan Hawwaa’. Lalu Dia menulis namaku pada pintu, daun, kubah dan kemah. Saat itu kondisi Adam berada antara ruh dan jasad. Ketika Allah menghidupkan Adam, ia memandang ‘arsy dan melihat namaku. Lalu Allah menginformasikan kepadanya bahwa Muhammad ( yang tercatat pada ‘arsy ) junjungan anakmu. Ketika Adam dan Hawwa’ terpedaya oleh syetan, keduanya bertaubat dan memohon syafa’at dengan namaku kepada-Nya.”

Abu Nu’aim Al-Hafidh meriwayatkan dalam kitab Dalaailu al-Nubuwwah dan melalui jalur Syaikh Abi al-Faraj. Menceritakan kepadaku Sulaiman ibn Ahmad, menceritakan kepadaku Ahmad ibn Rasyid, menceritakan kepadaku Ahmad ibn Sa’id al-Fihri, menceritakan kepadaku Abdullah ibn Ismail al-Madani dari Abdurrahman ibn Yazid ibn Aslam dari ayahnya dari ‘Umar ibn al-Khaththab, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda: “Ketika Adam melakukan kesalahan, ia mendongakkan kepalanya. “Wahai Tuhanku, dengan hak Muhammad, mohon Engkau ampuni aku,” ujar Adam. Lalu Adam mendapat pertanyaan lewat wahyu, “Apa dan siapakah Muhammad?” “Ya Tuhanku, ketika Engkau menyempurnakan penciptaanku, aku mendongakkan kepalaku ke arah ‘arsy-Mu dan ternyata di sana tertera tulisan “Laa Ilaaha illa Allaah MuhammadunRasulullaah”. Jadi saya tahu bahwa Muhammad adalah makhluk Engkau yang paling mulia di sisi-Mu. Karena Engkau merangkai namanya dengan nama-Mu,” jawab Adam. “Betul,” jawab Allah, “Aku telah mengampunimu, dan Muhammad Nabi terakhir dari keturunanmu. Jika tanpa dia, Aku tidak akan menciptakanmu.”

Hadits ini menguatkan hadits sebelumnya, dan keduanya seperti tafsir atas beberapa hadits shahih. (Al-Fatawa, vol. II hlm. 150).
Pendapat saya, fakta ini menunjukkan bahwa hadits di atas layak dijadikan penguat dan legitimasi. Karena hadits maudlu’ atau bathil tidak bisa dijadikan penguat di mata para pakar hadits. Dan anda melihat sendiri bahwa Syaikh Ibnu Taimiyyah menjadikannya sebagai penguat atas penafsiran.

Semoga bermanfaat, Aamiin

Penulis : Liu Cheng

Share:

Khutbah Ju’mat: Kontektualisasi Nilai-nilai dalam Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW

 

Jamaluddin F Hasyim

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ وَفَّقَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِفَضْلِهِ وَكَرَمِهِ، وَخَذَلَ مَنْ شَاءَ مِنْ خَلْقِهِ بِمَشِيْئَتِهِ وَعَدْلِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَلَا شَبِيْهَ وَلَا مِثْلَ وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا حَدَّ وَلَا جُثَّةَ وَلَا أَعْضَاءَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا وَعَظِيْمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيْبُهُ. اَللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَّالَاهُ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ. أَمَّا بَعْدُ، فَإِنِّي أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ الْقَائِلِ فِيْ مُحْكَمِ كِتَابِهِ: مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى (١١) أَفَتُمَارُونَهُ عَلَى مَا يَرَى (١٢) وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى (١٣) عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (١٤) (النجم: ١١-١٤)

Ma’asyiral hadirin, jamaah sholat Jumat hafidhakumullah,
Pada kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia ini, kami berwasiat kepada pribadi kami sendiri dan juga kepada para hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga usaha takwa kita bisa menjadikan sebab kita kelak pada waktu dipanggil Allah subhanahu wa ta’ala, kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan husnul khatimah, Aamiin Yaa Rabbal ‘Alamin.

Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Tuhan semesta alam yang maha kuasa dan maha berkehendak. Kekuasaan Allah bersifat absolut, mutlak, tidak ada kekuasaan dan kekuatan apapun seperti-Nya, bahkan semua kekuatan dan kekuasaan bersumber dari-Nya. Hal ini menjadi keyakinan semua orang beriman tanpa reserve sama sekali. Allah mengendalikan semua gerak semesta, dari planet di tata surya hingga semut kecil di dalam tanah atau ikan di lautan dalam. Semua makhluk tunduk dan patuh kepada Allah sebagai obyek (maf’ul) dan Allah sebagai subyek (fa’il).

Diantara tanda-tanda kekuasaan Allah adalah memperjalankan hamba-Nya dari Masjidil Haram Makkah menuju Masjidil Aqsha Palestina. Kemudian dilanjutkan dari Masjidil Aqsha menuju Sidratil Muntaha dalam waktu sekejap yang kita kenal dengan Isra’ Mi’raj. Peristiwa tersebut mengungkapkan banyak sekali keajaiban, khususnya bagi Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang bahkan belum pernah dan akan dialami oleh makhluk manapun di alam raya ini. Ukuran normal manusia modern memakai pakaian astronot untuk bisa menembus luar angkasa, namun dengan kuasa Allah, Nabi Muhammad SAW dimampukan melewati itu tanpa atribut manusia zaman sekarang. Hal ini membuktikan kuasa Allah sangat agung, hal demikian selaras dengan Asma’ Allah yaitu (al-Khaliq) Sang Maha Pencipta. Di dalam Al-Qur’an pun Allah berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يَفۡعَلُ مَا يَشَآءُ

“Sungguh, Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki” (QS. Al-Hajj : 18)

Salah satu keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah diperjalankan di waktu malam (Isra’) dan dinaikkan (Mi’raj) karena keistimewaan inilah Allah mengabadikan peristiwa tersebut di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS al-Isra’: 1).

Kalimat pertama ayat tersebut سُبْحَانَ َ, menunjukkan ungkapan takjub. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan, kalimat subhana di sini menunjukkan saking agungnya Allah ta’ala. Hanya Allah saja yang mampu menjalankan Nabi Muhammad dari Makkah ke Palestina dan Palestina sampai langit ke-7 hanya dalam waktu tidak sampai satu malam. Bahkan dalam satu riwayat mengisahkan, setelah Nabi Muhammad melakukan isra’ mi’raj, tempat tidurnya masih hangat dan tempayan bekas Nabi melakukan wudhu tadi belum sampai kering. Ini adalah keajaiban yang luar biasa. Hanya Allah yang bisa melakukan yang mana bumi dan seisinya di bawah kendali-Nya.

Selaras dengan Ibnu Katsir Imam Syaukani dalam Fathul Qodir menyebutkan bahwa kata subhana adalah bentuk penyucian Allah yang tanpa cacat dan kekurangan sedikitpun tidak ada kata yang musthail bagi Allah. Ats-Tsa’labi menyatakan bahwa kalimat subhana berarti kalimat ta’ajjub.

Mayoritas ulama sepakat, Nabi di-isra’-kan meliputi ruh dan jasad sekaligus. Hal ini berdasarkan apabila yang di-isra’-kan hanya ruh saja, berarti Nabi Muhammad sama dengan mimpi. Jika isra’ hanya sebuah mimpi saja, maka hal tersebut tidak merupakan kejadian luar biasa yang sampai Allah memakai istilah subhana pada ayat di atas. Yang membuat fenomenal pada kegiatan isra’ mi’raj Nabi itu keajaiban perjalanan dengan ruang yang besar, namun waktunya sedemikian singkat. Ini yang luar biasa.

Hadirin Hafidhakumullah
Peristiwa perjalanan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan dalam Shahih Bukhari, intisarinya adalah, suatu ketika Nabi berada di dalam suatu kamar dalam keadaan tidur, kemudian datang malaikat mengeluarkan hati Nabi dan mencucinya. Kemudian hati Nabi dikembalikan sebagaimana semula. Setelah itu Nabi melakukan perjalanan Isra’ Mi’raj dengan mengendarai Buraq dengan diantar oleh malaikat Jibril hingga langit dunia, kemudian terdapat pertanyaan, “Siapa ini?” Jibril menjawab: “Jibril.” “Siapa yang bersamamu?” Jibril menjawab, “Muhammad”. “Selamat datang, sungguh sebaik-baiknya orang yang berkunjung adalah engkau, wahai Nabi.”

Di langit pertama, Nabi bertemu dengan Nabi Adam ‘alaihissalam
Di langit kedua, Nabi bertemu dengan Nabi Yahya dan Nabi Isa.
Di langit ketiga, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Yusuf ‘alaihissalam,
Di langit keempat, Nabi bertemu dengan Nabi Idris,
Di langit kelima Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Harun ‘alaihissalam,
Di langit keenam, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Musa,
Dan terakhir di langit ketujuh, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Setelah itu, Nabi Muhammad menuju Sidratil Muntaha, tempat Nabi bermunajat dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala. Kemudian Nabi naik menuju Baitul Makmur, yaitu Baitullah di langit ketujuh yang arahnya lurus dengan Ka’bah di bumi, setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat masuk untuk berthawaf di dalamnya. Kemudian Nabi disuguhi dengan arak, susu, dan madu. Nabi kemudian mengambil susu, Jibril mengatakan: “Susu adalah lambang dari kemurnian dan fitrah yang menjadi ciri khas Nabi Muhammad dan umatnya.” Kemudian Nabi melanjutkan perjalanan namun pada kesempatan ini malaikat Jibril tidak bisa menemani beliau dikarenakan malaikat Jibril tidak mampu untuk masuk maqom tersebut. Ini menunjukan luhurnya maqom (kedudukan) Rasulullah, malaikat Jibril saja yang pemimpin para malaikat tidak bisa masuk dalam kedudukan itu. Hanya Rasulullah yang bisa masuk tempat itu, makhluk apapun di muka bumi ini tidak diperkenankan masuk melainkan Rasulullah SAW.

Di Baitul Makmur, Nabi Muhammad bertemu dengan Allah Subhanahu wata’ala beliau langsung ber-mukalamah kepada Allah dengan tanpa huruf, bahasa dan suara

بلا حرف ولا لغة و لا صوت

Pada kesempatan itu Allah mewajibkan kepada Nabi untuk melaksanakan shalat fardlu sebanyak lima puluh rakaat setiap hari. Nabi menerima dan kemudian kembali pulang, dalam perjalanan, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bertemu dengan Nabi Musa ‘alaihissalam. Nabi Musa mengingatkan bahwa umat Nabi Muhammad tidak akan mampu dengan perintah shalat lima puluh kali sehari, lalu Nabi Muhammad diminta kembali untuk meminta keringanan kepada Allah hingga akhirnya menjadi lima rakaat saja setiap hari.

Hadirin Hafidhakumullah
Apa pelajaran yang dapat kita ambil dari peringatan Isra’ Mi’raj ?
Pertama, peristiwa Isra Mi’raj terjadi di tahun yang cukup berat bagi Rasulullah SAW, dimana beliau ditinggalkan oleh istri tercinta Sayyidatuna Khadijah yang merupakan cinta terbesar beliau dan pendukung utama dakwah agama Islam di masa-masa paling awal. Beliaulah wanita pertama yang beriman kepada Rasulullah SAW. Di tahun itu juga beliau kehilangan Abu Thalib, pamannya yang sangat melindungi perjuangan beliau dari gangguan kaum Quraisy Makkah. Sepeninggal keduanya Rasulullah berada dalam situasi yang jauh lebih sulit dan kehilangan figur pendukung perjuangan. Peristiwa Isra Mi’raj seakan memberikan pelipur lara bagi beliau dengan pengalaman ruhaniah dan jasadiah yang luar biasa diluar jangkauan pikiran manusia. Hal ini memberikan pelajaran agar tidak mudah patah semangat dalam perjuangan karena Allah akan memberikan jalan keluar dan kebahagiaan kepada kaum beriman yang taat kepada Allah.

Kedua, Isra’ Mi’raj adalah mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan perjalanan beliau dari Masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha. Dikatakan mukjizat karena tidak mampu dilakukan oleh manusia biasa, bahkan Isra Mi’raj adalah mukjizat terkhusus bagi Nabi Muhammad SAW yang tidak diberikan kepada para nabi lainnya. Begitu istimewanya, banyak kejadian demi kejadian didalam peristiwa itu yang sangat mengagumkan. Peristiwa ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa alam raya ini amatlah luas dan kita dituntut untuk memahami ayat kauniyah disamping ayat Qur’aniyah yang kita baca.

Ketiga, dalam peristiwa ini Rasul melihat kondisi umatnya yang di surga dan di neraka padahal waktu itu neraka dan surga belum ada penghuninya, karena surga dan nereka akan berpenghuni apabila kiamat sudah datang. Hal tersebut memberikan arti bahwa Rasul tidak hanya melakukan perjalanan spasial saja melainkan melompat ke masa depan melewati dimensi-dimensi waktu dan ruang. Tidak ada satupun manusia yang sudah sampai ke dalam surga dan neraka sebelum hari kiamat melainkan Rasulullah SAW.

Keempat, dalam persinggahannya di Masjdil Aqsha Rasulullah disambut oleh para nabi dan rasul dan kemudian memimpin shalat berjamaah. Ini menunjukan keistimewaan Rasulullah SAW bisa bertemu para anbiya’ yang terdahulu hal demikian menunjukan bahwa para Anbiya’ tidak mati di kubur namun mereka sedang sholat, ini selaras dengan sabda Nabi:

الأنبياءُ أحياءٌ في قُبورِهم يُصلُّونَ

“Para Nabi hidup tetap di dalam kubur, mereka sedang sholat” (HR. al-Baihaqi dan ad-Dhhabi). Hal inipun tercermin dimana para nabi tersebut menyambut beliau di setiap lapis langit.

Kelima, Ketika Nabi Musa bertemu Allah di gunung Tur Sina disuruh melepas sandalnya namun Rasulullah masuk bertemu Allah dengan menggunakan sandalnya. Hal ini membuktikan bahwa sandal Rasulullah pun memperoleh kemuliaan karena menempel dengan manusia agung tersebut. Hal ini menjadi pelajaran agar kita selalu mengaitkan diri kita dengan Rasulullah SAW agar beroleh kemuliaan di dunia akhirat. Cinta kepada Rasulullah akan membawa kepada syafaatnya dan masuk surga Allah.

Keenam, Shalat yang awalnya 50 waktu menjadi lima waktu merupakan bukti kemurahan Allah pada hambanya, dan kejadian itu juga menunjukan betapa cintanya Rasulullah SAW kepada umatnya beliau rela bolak-balik untuk meminta keringanan kepada Allah agar umatnya tidak terbebani. Sungguh luar biasa kasih sayang beliau selalu memikirkan umat-Nya.

Ketujuh, dalam perjalanan Isra’ Mi’raj, terdapat penyebutan dua masjid umat Islam, yaitu Masjidil Haram dan Masjidil Aqsha. Hal ini memberikan pelajaran agar kita selalu dekat dengan masjid, menghidupkannya dengan shalat berjamaah dan kegiatan syiar Islam. Kita jadikan masjid sebagai pusat peradaban umat menuju kejayaan umat Islam.

Kedelapan, Semua perintah Allah dalam agama biasanya disampaikan melalui perantara malaikat Jibril tapi perintah shalat Allah langsung yang memanggil Rasulullah untuk berjumpa dengan Allah. Hal tersebut menunjukan pentingnya perintah sholat, karena baik buruk seorang hamba-Nya ditentukan dari kualitas sholat. Semakin bagus kualitas sholatnya maka semakin baik pula predikat hamba disisi Allah. Yang paling awal dihisab di hari kimat kelak adalah sholat sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

أولُ ما يُحاسبُ بهِ العبدُ صلاتُه

Artinya “Pertama yang dihisab seorang hamba adalah shalatnya” HR. Bukhari

Semoga kita dapat mengambil hikmah dan dari peristiwa Isra’ Mi’raj ini dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya. Allahumma Aamin.

جَعَلَنا اللهُ وَإيَّاكم مِنَ الفَائِزِين الآمِنِين، وَأدْخَلَنَا وإِيَّاكم فِي زُمْرَةِ عِبَادِهِ المُؤْمِنِيْنَ.
أعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطانِ الرَّجِيمْ، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمانِ الرَّحِيمْ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ وذِكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ رَحِيْ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي إلىَ رِضْوَانِهِ.
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ، فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَاكم عنه وزجر وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ الْمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِينْ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَائَكَ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَأَعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنِ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خَآصَّةً وَعَنْ سَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَالْمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Penyusun/Khotib:
KH. Jamaluddin F. Hasyim, SHI, MH.
Pengurus Lembaga Dakwah PBNU
Ketua KODI DKI Jakarta & Pengasuh Ponpes Al Hasyimiah Jakarta

Share:

Pelantikan Pengurus IPNU-IPPNU Bumiayu




Pelantikan pengurus IPNU-IPPNU Kecamatan Bumiayu berlangsung pada hari kamis tanggal 11 Maret 2021 di gedung SMA BU NU Bumiayu. Selamat kepada pengurus yang baru semoga IPNU-IPPNU makin berkibar menjadi kawah candradimuka kader-kader NU yang militan untuk NU masa depan.


Share:

PENDIRI DAN PENGURUS PERTAMA IPNU-IPPNU ADALAH SUAMI ISTERI

Dilaksanakan pada tgl. 24 Pebruari-3 Maret 1955, terpilih sebagai Ketua Umum; M. Tholchah Mansyur, dan pada kesempatan itu juga di deklarasikan IPPNU sebagai patner dalam mengkader generasi NU terutama putri-putrinya. Konggres I IPPNU yang dilaksanakan pada tgl. 16-19 Januari 1956, terpilih sebagai Ketua Umum; Ny. Umroh Mahfudhoh Mansur, bertempat di Solo.




K.H M.Tholhah Mansur dilahirkan pada tanggal 10 September 1930 dikota Malang Jawa Timur, Putra dari K. H. Mansur, seorang ulama dan pedagang kecil di kota tersebut. Ayahnya yang berdarah Madura berkeinginan agar Muhammad Tholhah Mansur seperti kakaknya, Usman (Mayor K. H. Usman Mansur), kelak menjadi seorang ulama.
Profesi Utama K. H. Muhammad Tholhah Mansur adalah sebagai pendidik sekaligus juru dakwah dan penulis. Sewaktu masih kuliah tingkat doktoral, beliau menjadi asisten dosen di IAIN Sunan Kalijaga (Sekarang UIN Sunan Kalijaga). Setelah lulus beliau masih tetap mengajar di IAIN, kemudian juga di beberapa perguruan tinggi lainnya seperti IKIP Yogyakarta (sekarang UNY), Akademi Militer di Magelang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, Akademi Administrasi Negara, Universitas Hasyim Asy’ari Jombang, Universitas Nahdlatul Ulama Solo dan lain-lain. Guru Besar Hukum ini pernah memegang jabatan di beberapa perguruan tinggi , diantaranya Pembantu Rektor IAIN Sunan Kalijaga, kemudian Dekan Fakultas Ushuluddin, Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri di Yogyakarta (1965-1967), Rektor Universitas Hasyim Asy’ari (1970-1983) merangkap Rektor Institut Agama Islam Imam Puro, Purworejo (1975-1983) dan Dekan Fakultas Hukum Islam UNU (Universitas Nahdlatul Ulama) Surakarta. Dan juga pernah menjadi anggota badan Wakaf IAIN Sunan Kalijaga dan Badan Penyantun Taman Siswa Yogyakarta. Ulama sekaligus guru besar ini wafat pada hari senin 20 Oktober 1986 dan makamkan di kompleks makam Dongkelan Yogyakarta.



Umroh lahir di Kabupaten Gresik pada 4 Februari 1936 M dari pasangan KH Wahib Wahab, Menteri Agama ke-7 yaitu pada 1958 – 1962 dan Hj Siti Channah. Ia adalah cucu dari KH Abdul Wahab Hasbullah (pendiri NU dan Rais Aam PBNU 1946 – 1971). Sebagai cucu pendiri NU, masa kecil Umroh banyak dilalui di pesantren, khususnya pada masa liburan yang banyak dihabiskan di Pesantren Tambakberas, Jombang, tanah kelahiran sang ayah.

Sama-sama aktif di organisasi pelajar NU, Umroh Machfudzoh bertemu lelaki idamannya. Dia adalah Tholchah Mansoer, pendiri IPNU. Pernikahan itu berlangsung pada 05 Desember 1957. Saat itu,Tholchah muda masih belum sarjana, tetapi sudah berani mempersunting seorang putri kiai besar, bahkan seorang Menteri Agama RI, KH. Muhammad Wahib Wahab.

Awalnya Kiai Wahib tak menyetujui pernikahan ini. Namun, berkat hasil shalat istikharah, Nyai Wahib, istri Kiai Wahib, mendukung hubungan keduanya. Dukungan juga datang dari kakek Umroh, KH Abdul Wahab Chasbullah, yang melihat keduanya cocok, sama-sama merupakan aktivis organisasi.

Pasangan Tholchah-Umroh sangat inspiratif. Meski dari latar belakang keluarga yang berbeda, keduanya sama-sama menjadi pelopor di zamannya, khususnya pelopor para pelajar NU. Keduanya berhasil mengawinkan dua organisasi kepelajaran di tubuh NU. Tholchah ikut mendirikan Ikatan Pelajar NU (IPNU) dan menjadi Ketua Umum IPNU yang pertama, begitu juga Umroh yang ikut mendirikan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) dan menjadu ketua umumnya yang pertama juga.

Dari pernikahan mereka, Tholchah dan Umroh dikaruniai tujuh orang anak, tiga di antaranya menjadi tokoh yang menonjol dalam kehidupan masyarakat. Anak pertama mereka, Muhammad Fajrul Falakh mengikuti ayahnya menjadi pakar hukum tata negara. Anak kelima, Safira Machrusah, sejak 13 Januari 2016 diangkat oleh Presiden Joko Widodo menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Republik Demokratik Aljazair. Rosa, panggilan akrabnya, juga mengikuti jejak ibunya pernah menjadi Ketua Umum IPPNU 1996-2000.


Sumber Foto: https://ipnusleman.wordpress.com/2015/06/29/halo-dunia/


Sumber Foto: https://pcipnuippnukaranganyar.blogspot.com/2019/01/sejarah-ipnu-ippnu.html


===============================

“Cita-cita IPNU adalah membentuk manusia berilmu yang dekat dengan masyarakat, bukan manusia calon kasta elit dalam masyarakat.” Itulah sepenggal pidato KH Tholhah Mansur dalam Muktamar IV IPNU di Yogyakarta tahun 1961.

Share:

SEJARAH IPNU-IPPNU



1. Periode Perintis
Munculnya organisasi IPNU-IPPNU bermula dari adanya jam‘iyah yang bersifat lokal atau kedaerahan. Wadah tersebut berupa kumpulan pelajar dan pesantren yang dikelola dan diasuh para ulama. Jamiyah atau perkumpulan tersebut tumbuh di berbagai daerah hampir di seluruh Wilayah Indonesia, misalnya jam‘iyah Diba‘iyah. Jam‘iyah tersebut tumbuh dan berkembang banyak dan tidak memiliki jalur tertentu untuk saling berhubungan. Hal ini disebabkan karena perbedaan nama yang terjadi di daerah masing-masing, mengingat lahir dan adanya-pun atas inisiatif atau gagasan sendiri-sendiri antar para pendiri.
Tepatnya di Surabaya, putra dan putri NU mendirikan perkumpulan yang diberi nama TSAMROTUL MUSTAFIDIN pada tahun 1936. Tiga tahun kemudian yaitu tahun 1939 lahir persatuan santri Nahdlotul Ulama atau PERSANU. Di Malang pada tahun 1941 lahir persatuan Murid NU. Pada saat itu bangsa Indonesia sedang mengalami pergolakan melawan penjajah Jepang. Putra dan putri NU tidak ketinggalan ikut berjuang mengusir penjajah. Sehingga terbentuklah IMNU atau Ikatan Murid Nahdlotul Ulama di Kota Malang pada tahun 1945.
Di Madura berdiri perkumpulan dari remaja NU yang bernama IJMAUTTOLABIAH pada tahun 1945. Meskipun masih bersifat pelajar, keenam jam‘iyyah atau perkumpulan tersebut tidak berdiam diri. Mereka ikut berjuang dan berperang melawan penjajah Belanda dan Jepang. Hal ini merupakan aset dan andil yang tidak ternilai harganya dalam upaya merebut kemerdekaan.
Tahun 1950 di semarang berdiri Ikatan Mubaligh Nahdlatul Ulama dengan aggota yang masih remaja. Pada tahun 1953 di Kediri berdiri persatuan Pelajar NU (perpanu). Pada tahun yang sama di Bangil berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPENU) dan pada tahun 1954 di Medan berdiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama, dan masih bangayk lagi yang belum tercantum dalam naskah ini.
Seperti tersebut di atas masing-masing organisasi masih bersifat kedaerahan, dan tidak mengenal satu sama yang lain. Meskipun perbedaan nama, tetapi aktifitas dan haluannya sama yaitu melaksanakanb faham atau ajaran Islam Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Titik awal inilah yang merupakan sumber inspirasi dari para perintis pendiri IPNU-IPPNU untuk menyatukan langkah dala membentuk sebuah perkumpulan.

2.Periode Kelahiran
Aspek-sapek yang melatarbelakangi IPNU-IPPNU berdiri antara lain:
2.1 Aspek Idiologis.
Indonesia mayoritas penduduknya adalah beragama Islam dan berhaluan Ahlus Sunnah Wal Jamaah sehingga untuk melesrtarikan faham tersebut diperlukan kader-kader penerus yang nantinya mampu mengkoordinir , mengamalkan dan mempertahankan faham tersebut dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta beragama.
2.2. Aspek Paedagogis / Pendidikan
adanya keinginan untuk menjembatani kesenjangan antara pelajar dan mahasiswa di lembaga pendidikan umum dan pelajar di pondik pesantren.
2.3. Aspek Sosiologi
Adanya persaman tujuan, kesadaran dan keihlasan akasn pentingnya suatu wadah pembinaan bagi generassi penerus para Ulama dan penerus perjuangan bangsa.
Gagasan untuk menyatukan langkah dan nama perkumpulan / organisasi tersebut diusulkan dalam muktamar Ma‘arif pada tanggal 24 Februari 1954 M di Semarang. Usulan iniu dipelopori oleh pelajar-pelajar dari Yogyakarta, solo dan semarang yang diwakili oleh Sofwan Cholil Mustahal, Abdul Ghoni, Farida Ahmad, Maskup dan M. Tolchah Mansyur. Muktamar tidak menolak atas inisiatif serta usulan tersebut .Dengan suara bulat dan mufakat dilahirkan suatu organisasi yang bernama IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama) dengan ketua pertama M Tolchah Mansur, serta pada tanggal itulah ditetapkan sebagai hari lahir IPNU.
Lahirnya IPNU merupakan organisasi termuda dilingkungan NU sebagai langkah awal untuk memasyarakatkan IPNU, maka pada tanggal 29 April –1 Mei 1954 diadakan pertemuan di Surakarta yang dikenal dengan KOLIDA atau Konfrensi Lima Daerah, yang meliputi Yogyakarta, semarang, Kediri, Surakarta dan Jombang dan menetapkan M. Tolchah Mansur sebagai Pucuk Pimpinan (Sekarang Pimpinan Pusat). Selang satu tahun, tapatnya diarena konggres pertama IPNU didirikan IPPNU (Ikatan Pelajar Putri NU) 3 Maret 1955.

B. Perkembangan IPNU-IPPNU dari Kongres Ke Kongres
Perjalanan IPNU-IPPNU pendeklarasiannya mengalami kemajuan dan perkembangan mengiringi dinamika masyarakat indonesia. Aapun untuk mengkajinya dapat kita buka artefak sejarah IPNU-IPPNU yang dihasilkan dari beberpa konggres.
Konggres I IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 24 Pebruari-3 Maret 1955, terpilih sebagai Ketua Umum; M. Tholchah Mansyur, dan pada kesempatan itu juga di deklarasikan IPPNU sebagai patner dalam mengkader generasi NU terutama putri-putrinya. Adapun keputusan penting yang dihasilkannya:
a. Berpartisipasi aktif dalam penataan generasi muda (pelajar) sesuai dengan situasi politik negara.
b. Bersama dengan LP Ma’arif bergerak membina sekolah
c. Mempersiapkan pembentukan wilayah.
Konggres I IPPNU
Dilaksanakan pada tgl. 16-19 Januari 1956, terpilih sebagai Ketua Umum; Ny. Umroh Mansyur, bertempat di Solo. Adapun keputusan penting yang dihasilkannya:
a. Berpartisipasi aktif dalam penataan generasi muda (pelajar) sesuai dengan situasi politik negara.
b. Bersama dengan LP Ma’arif bergerak membina sekolah
c. Mempersiapkan pembentukan wilayah.
Konggres II IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 1-4 Januari 1957 di Pekalongan, terpilih sebagai ketua Umum M. Tolchah Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Pembentukan wilayah-wilayah
b. Mengkaji keterkaitan dengan lembaga Pendidikan Ma’arif
c. Berpartisipasi dalam pembelaan negara
d. Mempersiapkan berdirinya departemen kemahasiswaan.
Konggres III IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 27-31 Desember 1958, terpilih sebagai ketua Umum M. Tolchah Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Mendirikan Departemen Perguruan Tinggi
b. Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
c. Berpartisipasi dalam pertahanan negara
d. Mempersiapkan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
Konggres II IPPNU
Dilaksanakan pada tgl. 27-31 Desember 1958, terpilih sebagai ketua Umum Ny. Umroh Mansyur, dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Pembentukan wilayah-wilayah
b. Mengkaji keterkaitan dengan lembaga Pendidikan Ma’arif
c. Berpartisipasi dalam pembelaan negara
d. Mempersiapkan berdirinya departemen kemahasiswaan.
Konpernsi Besar I
Dilaksanakan pada tgl. 17 April 1960, di Surabaya yang akhirnya mendeklarasikan berdirinya PMII yang awalnya merupakan departemen kemahasiswaan IPNU-IPPNU, juga merumuskan tentang kondisi negara sebagai rasa sikap tanggungjawab IPNU-IPPNU sebagai generasi penerus.
Konggres IV IPNU
Dilaksanakan pada tgl. 11-14 Pebruari 1961 di Surabaya, terpilih sebagai Ketua Umum M. Tolchah Mansyur, akan tetapi mengundurkan diri akhirnya digantikan Ismail Makky dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
b. Berpartisipasi dalam pertahanan negara
c. Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
Konggres III IPPNU
Dilaksanakan pada tgl. 11-14 Pebruari 1961 di Surabaya, terpilih sebagai Ketua Umum Ny. Umroh Mansyur dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
b. Berpartisipasi dalam pertahanan negara
c. Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
Konggres V IPNU
Dilaksanakan pada bulan Juli 1963 di Purwokerto, terpilih sebagai Ketua Umum Ismail Makky dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Merekomendasikan KH. Hasyim As’ari untuk diangkat sebagai pahlawan Nasional
b. Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
c. Berpartisipasi dalam pertahanan negara
d. Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
Konggres IV IPPNU
Dilaksanakan pada bulan Juli 1963 di Purwokerto, terpilih sebagai Ketua Umum Mahmudah Nahrowi dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
e. Merekomendasikan KH. Hasyim As’ari untuk diangkat sebagai pahlawan Nasional
f. Mempersiapkan pembentukan cabang-cabang
g. Berpartisipasi dalam pertahanan negara
h. Mempersiapkan pembentukan CBP (Corp Brigade Pembangunan).
Konggres VI IPNU
Dilaksanakan pada tgl.20-24 Agustus 1966 di Surabaya bersaman dengan PORSENI Nasional, terpilih sebagai ketua Umum Asnawi Latif dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Lahirnya IPNU sebagai Badan Otonom NU
b. Memindahkan sekretariat Pusat dari Yogyakarta ke Jakarta.
c. Ikut langsung dalam pembersihan G30S/PKI di daerah-daerah
d. Perkembangan politik praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
e. Perkembangan pesat pada olah raga dan seni
Konggres V IPPNU
Dilaksanakan pada tgl.20-24 Agustus 1966 di Surabaya bersaman dengan PORSENI Nasional, terpilih sebagai ketua Umum Faridah Mawardi dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Lahirnya IPPNU sebagai Badan Otonom NU
d. Memindahkan sekretariat Pusat dari Yogyakarta ke Jakarta.
e. Ikut langsung dalam pembersihan G30S/PKI di daerah-daerah
b. Perkembangan politik praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
c. Perkembangan pesat pada olah raga dan seni
Konggres VII IPNU
Dilaksanakan pada tahun 1970 di Semarang, terpilih sebagai ketua Umum Asnawi Latif dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Perkembangan politik praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
b. Perkembangan pesat pada olah raga dan seni
Konggres VI IPPNU
Dilaksanakan pada tahun 1970 di Semarang, terpilih sebagai ketua Umum Ny. Mahsanah Asnawi Latif dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
c. Perkembangan politik praktis memaksa NU dan banomnya terseret untuk berkiprah
d. Perkembangan pesat pada olah raga dan seni
Konggres VIII IPNU
Dilaksanakan pada tgl.20-24 Agustus 1976 di Jakarta, terpilih sebagai Ketua Umum Tosari Wijaya dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Mengamanatkan pendirian departemen kemahasiswaan
b. Kiprah IPNU didunia politik mempunyai dampak negatif dan menghambat program pembinaan khususnya dilingkungan sekolah dan kampus serta masyarakat bawah. Meskipun disisi lain memperoleh keuntungan.
Konggres VII IPPNU
Dilaksanakan pada tgl.20-24 Agustus 1976 di Jakarta, terpilih sebagai Ketua Umum Ida Mawaddah dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Mengamantkan pendirian departemen kemahasiswaan
b. Kiprah IPNU didunia politik mempunyai dampak negatif dan menghambat program pembinaan khususnya dilingkunga sekolah dan kampus serta masyarakat bawah. Meskipun disisi lain memperoleh keuntungan.
Konggres IX IPNU
Dilaksanakan pada tahun 1981 di Cirebon, terpilih sebagai Ketua Umum Ahsin Zaidi dan Sekjen S. Abdurrahman sedang kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Perkembangan IPNU nampak menurun sebagaimana perkembangan politik negara, dan NU sebagai partai politik (PPP) berimbas pada IPNU, setelah itu UU no. 3 tahu 1985 tentang UU ORSOSPOL dan UU. 8 tahun 1985 tentang Keormasan yang mengharuskan IPNU hengkang dari Sekolahan/
Konggres VIII IPPNU
Dilaksanakan pada tahun 1981 di Cirebon, terpilih sebagai Ketua Umum Titin Asiyah dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Perkembangan IPNU nampak menurun sebagaimana perkembangan politik negara, dan NU sebagai partai politik (PPP) berimbas pada IPNU, setelah itu UU no. 3 tahu 1985 tentang UU ORSOSPOL dan UU. 8 tahun 1985 tentang Keormasan yang mengharuskan IPNU hengkang dari Sekolahan/
Konggres X IPNU
Dilaksanakan pada tgl.29-30 Januari 1988 di Jombang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut Tauhid Sa’ady dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Penerimaan Pancasila sebagai asas IPNU
b. Lahirnya deklarasi perubahan nama dari Pelajar menjadi Putra NU.
Konggres IX IPPNU
Dilaksanakan pada tgl.29-30 Januari 1988 di Jombang, terpilih sebagai Ketua Umum Ulfah Masfufah dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Penerimaan Pancasila sebagai asas IPPNU
b. Lahirnya deklarasi perubahan nama dari Pelajar Putri NU menjadi Putri-Putri NU.
Konggres XI IPNU
Dilaksanakan pada tgl.23-27 Desember 1991di Lasem Rembang, terpilih sebagai Ketua Umum Zainut Tauhid Sa’ady dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Rekomendasi pada pemerintah untuk pembubaran SDSB
b. Pelaksaan kegiatan IPNU tanpa keterikatan dengan IPPNU
c. Pelaksanaan kegiatan harus diteruskan pada struktur hingga kebawah
Konggres X IPPNU
Dilaksanakan pada tgl.23-27 Desember 1991di Lasem Rembang, terpilih sebagai Ketua Umum Ufah Masfufah dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Rekomendasi pada pemerintah untuk pembubaran SDSB
b. Pelaksaan kegiatan IPPNU tanpa keterikatan dengan IPNU
c. Pelaksanaan kegiatan harus diteruskan pada struktur hingga kebawah
Konggres XII IPNU
Dilaksanakan pada tgl.25-30 Januari 1995 di Garut, Jawa Barat dan terpilih sebagai Ketua Umum Hilmy Muhammadiyah, kebijakan yang dihasilkan a.l.: bahwa IPPNU sebagai organisasi kader bertekad mendukung kebijakan NU sebagai organisasi Induk dalam upaya pengembangan organisasi kedepan.
Konggres XI IPPNU
Dilaksanakan pada tgl.25-30 Januari 1995 di Garut, Jawa Barat dan terpilih sebagai Ketua Umum Rosa Makhrusoh, kebijakan yang dihasilkan a.l.: bahwa IPPNU sebagai organisasi kader bertekad mendukung kebijakan NU sebagai organisasi Induk dalam upaya pengembangan organisasi kedepan.
Konggres XIII IPNU
Dilaksanakan pada tgl.23-26 Maret 2000 di Maros Makassar, Sulawesi Selatan, terpilih sebagai Ketua Umum Abdullah Azwar Anas dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Mengembalikan IPNU pada visi kepelajaran, sebagaimana tujuan awal pendiriannya.
b. Menumbuh kembangkan IPNU pada basis perjuangan, yaitu sekolah dan pondok pesantren
c. Mengembalikan CBP sebagai kelompok kedisplinan, kepanduan serta kepencinta-alaman.
Konggres XII IPPNU
Dilaksanakan pada tgl.23-26 Maret 2000 di Maros Makassar, Sulawesi Selatan, terpilih sebagai Ketua Umum Ratu Dian dan kebijakan yang dihasilkan a.l.:
a. Mengembalikan IPPNU pada visi kepelajaran, sebagaimana tujuan awal pendiriannya.
b. Menumbuh kembangkan IPPNU pada basis perjuangan, yaitu sekolah dan pondok pesantren
C. Strategi Pengembangan IPNU-IPPNU
Dengan memahami dimensi kesejarahan dan meletakkan sebagai landasan kepentingan organisasi maka sikap komitmen terhadap cita-cita dapat tetap tertanamkan nilai-nilai pengabdian, loyalitas, dedikasi untuk berbakti pada organisasi demi terwujudnya cita-cita para ulama serta kejayaan NU serta bangsa sehingga tercipta baldatun thoyibatun warobbun ghofur
Disamping dimensi kesejarahan sebagai landasan untuk merefleksi kepentingan. Maka IPNU-IPPNU harus mampu mengantisipasi masalah-masalah perubahan situasi dan kondisi serta mampu menatap perkembangan ilmu pengetahua dan teknologi, sehingga dapat menyuguhkan dan menawarkan program-program yang menyentuh kebutuhan masyarakat, sebagaimana hasil Konggres Jombang dengan berbagai macam perubahan. Hal ini dimaksudkan untk mengembalikan citra IPNU-IPPNU sebagai organisasi (ekstra pelajar dan badan otonomi NU yang sekaligus mempertahankan eksistensinya. Adapun untuk menunjukkan eksistensinya sebagai banom NU serta OKP hendaknya memperhatikan sebagai berikut:
1. Rekrutmen Kader
Penerimaan anggota IPNU-IPPNU dapat ditempuh melalui peristiwa yang dinamakan MAKESTA (Masa Kesetiaan Anggota) yang merupakan sarana untuk menghantarkan calon kader/anggota dari kehidupan secara individualis menuju pada kehidupan kelompok masyarakat atau berorganisasi. Disamping itu jenjang pengkaderan harus ditingkatkan pada level yang lebih tinggi di organisasi IPNU-IPPNU dengan memprhatikan faktor usia.
Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menggembleng dan mengkristalkan pada diri anggota pada tingkat wawasan dan aktifitas berorganisasi dimasa mendatang.
2. Mekanisme dan Sistem Kadernisasi
Sebagai konsekwensi dari keinginan untuk melahirkan kader-kader yang berkualitas dan punya komitmen yang tinggi, maka terhadap kader perlu diimbangi dengan bentuk pengkaderan yang tersistematis, terencana dan matang.
Adapun hakekat dari sebuah pengkaderan adalah suatu sistem saling terkait satu dengan lainnya. Sebagaimana asas program terpadu yaitu; manfaat, kebersamaan, kesinambungan dan keterpeloporan.
3. Program Organisasi
Disamping itu karena kader merupakan hal yang sangat urgen dalam menenutkan kelangsungan organisasi maka dalam memobilisir dan memberikan motivasi kepada anggota diperlukan kemampuan untuk mengantisipasi perubahan sosial serta dinamika kehidupan bermasyarakat.
Hal tersebut dapat diklasifikasikan berdasarkan Garis-garis Besar Program Kerja Nasional (GBPKN) yang meliputi;
a. bidang organisasi
b. bidang kadernissi
c. bidang partisipasi


(https://www.ipnu.or.id/sejarah-ipnu/)

@456Hdn

Share:

Gus Baha’ soal Isra’ Mi’raj dan Ketersambungan Ajaran Nabi-nabi


Berikut kutipan kajian KH Bahaudin Nur Salim atau yang akrab disapa dengan Gus Baha’ tentang asbâbun nuzûl Al-Qur’an surat Al-Isra’ ayat ke-1: 

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ  

Artinya: “Maha-Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha-Mendengar lagi Maha-Mengetahui.” (QS Al-Isra’: 1) 

Mayoritas ulama berpendapat, peristiwa Isra’ Mi’raj itu terjadi sebagai pelipur lara dari Allah subhanahu wa ta’ala kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam setelah beliau mengalami dua kesedihan. Nabi ditinggal seorang paman bernama Abu Thalib yang menjadi tameng atas serangan-serangan kaum kafir Quraisy. Abu Thalib adalah bangsawan Arab dari klan terhormat bernama Quraisy. Di tahun yang sama, Nabi Muhammad juga ditinggal istri tercinta, Khadijah. Seorang penopang finansial dakwah Nabi.  

Periode Makkah adalah masa tersulit bagi Nabi Muhammad. Ia mempunyai status sebagai minoritas dan kehidupan sehari-harinya dikucilkan. Satu-satunya orang yang bisa menggaransi hidup Nabi Muhammad adalah pamannya, Abu Thalib. Secara kasta sosial, kekuatan Nabi ditopang oleh istrinya, Khadijah. 

Dengan ditinggal matinya kedua orang yang menyokong Rasulullah baik secara moral (Abu Thalib) maupun material (Khadijah), tahun ini dikenal dengan ‘âmul huzn atau tahun duka. Secara psikologis manusia normal, atas dua musibah yang beruntun tersebut menjadikan kejiwaan Nabi terguncang. Kegoncangan psikologi Nabi bersumber dari masyarakat Arab kala itu yang sudah terlanjur terdikte oleh propaganda ulama Yahudi dan Nasrani.  Orang kafir Makkah adalah orang-orang bodoh yang mudah dikelabuhi tokoh Yahudi dan Nasrani saat itu. Karena pemuka Yahudi ini yang dijadikan sumber konsultasi masyarakat Arab, mereka menjadi yakin atas doktrin mitos yang diembuskan. Apa mitos itu? Mitosnya adalah tidak mungkin jika ada Nabi yang lahir di luar garis keturunan Bani Israil. Nabi-nabi itu tidak jauh-jauh dari Palestina. Nabi Ibrahim, Isa, Yahya, Zakariya, Musa, semuanya dari komunitas Masjidil Aqsha. Sehingga karena virus hoaks tersebut, ketika Nabi Muhammad memproklamasikan diri mendapatkan wahyu dari Tuhan, orang Arab menanggapinya dengan kalimat yang dikutip Al-Qur’an sebagai berikut:   

أَنْ تَقُولُوا إِنَّمَا أُنْزِلَ الْكِتَابُ عَلَى طَائِفَتَيْنِ مِنْ قَبْلِنَا وَإِنْ كُنَّا عَنْ دِرَاسَتِهِمْ لَغَافِلِينَ  

Artinya: “(Kami turunkan Al-Qur'an itu) agar kalian (tidak) mengatakan, "Bahwa kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan saja sebelum kami, dan sesungguhnya kami tidak memperhatikan apa yang mereka baca.” (QS Al-An’am: 156) 

Atas keraguan orang Arab, mereka mencoba menelisik lebih dalam kepada Nabi Muhammad , “Hai Muhammad, nabi-nabi itu semua dari Palestina. Kalau kamu memang benar-benar Nabi, apakah kamu tahu ke arah mana masjid itu menghadap, berapa jumlah tiangnya?” Dengan pertanyaan itu, pada  hakikatnya Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sedang diasah intelektualitasnya oleh Tuhan melalui proses isrâ’ yang menjadikan Nabi Muhammad bisa menjawab bahwa jumlah pintu Masjid al-Aqsha itu sekian, wajah dan perilaku Nabi Musa begini, wajah Nabi Ibrahim itu begini sekaligus memberikan pemahaman kepada kita bahwa para nabi selain diuji secara fisik seperti diludahi, shalat dilempari batu, kotoran dan lain sebagainya, mereka juga diuji secara intelektual. Ujian intelektual Nabi Muhammad dimulai dari periode Makkah sampai Madinah.  

Para Rahib Yahudi sering menanyakan hal-hal yang menurut mereka hanya akan mampu dijawab oleh orang yang benar-benar utusan Tuhan. Apabila tidak utusan Tuhan, pasti tidak akan mampu menjawab. Seperti suatu saat Nabi Muhammad ditanya, “Makanan apa yang dikonsumsi pertama kali oleh penduduk surga?”, “Mengapa pula jika ada orang mempunyai anak, anaknya bisa mirip kepada bapak atau ibunya?”, serta aneka macam pertanyaan lain.  Pertanyaan yang dilandasi keraguan oleh masyakarat Arab pada masa itu sebenarnya hanya bermotif politis. Mereka hanya mempunyai satu tujuan yaitu mendelegitimasi kenabian Baginda Rasul, namun faktanya menunjukkan bahwa Nabi Muhammad tetap tidak jauh-jauh dari komunitas nabi yang berada di Palestina.  Israil dalam bahasa Al-Qur’an menunjukkan anak keturunan Ya’qub. Bukan Israil (Israel) sebagai sebuah negara seperti yang kita ketahui sekarang ini. Israil sebagai neraga itu baru beberapa tahun terakhir setelah diberi kemerdekaan oleh Inggris. Di antara salah satu keturunan Nabi Ya’qub ada yang namanya Yahuda. Dari keturunan itu, menjadi cikal bakal Bani Israil.  Begitu pula Nabi Muhammad. Ia tidak jauh dari Bani Israil. Nabi Muhammad kalau dirunut, merupakan keturunan Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim memiliki dua anak. Yang satu, Ismail. Ia ditinggal Ibrahim saat masih bayi di samping Ka’bah. Kisah ini dijelaskan dalam ayat:

 رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ  

Artinya: “Rabb kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Rabb kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS. Ibrahim: 37) 

Dari Nabi Ismail yang menjadi putra Ibrahim, lahirlah generasi-generasi berikutnya di antara seseorang bernama Adnan. Adnan mempunyai keturunan-keturunan hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana diceritakan dalam kitab Al-Barzanji:

 وَعَدْنَانُ بِلَا رَيْبٍ عِنْدَ ذَوِي الْعُلُوْمِ النَّسَبِيَّةِ إِلَى الذَّبِيْحِ إِسْمَاعِيْلَ نِسْبَتُهُ وَمُنْتَهَاهُ  

Artinya: “Tanpa diragukan, Adnan mempunyai nasab secara genetik kepada Nabi yang pernah disembelih bernama Ismail.”  

Sekali lagi, Nabi Muhammad menjadi keturunan Ismail sebenarnya diketahui oleh pemuka Yahudi dan Nasrani. Namun mereka ingin menggagalkan kepercayaan (trust) bahwa Muhammad itu Nabi. Hal ini juga mendorong mereka berbuat licik yaitu dengan cara memanggil Nabi Muhammad yang keturunan klan bangsawan, namun dipanggil dengan panggilan “Muhammad bin Abi Kabsyah” yang berarti anak penggembala kambing.  Orang Arab tahu kalau Nabi Muhammad itu keturuan bangsawan besar Arab dari klan Quraisy. Panggilan sebagai putra Abdullah bin Abdul Muthallib otomatis menaikkan strata sosial beliau di mata masyarakat. Ini dihindari oleh orang-orang kafir Quraisy. Di satu sisi, secara fakta, saat Muhammad kecil memang pernah diasuh oleh penggembala kambing yang kemudian tercatat sejarah bahwa Nabi Muhammad kecil pernah menggembala kambing yang terbawa secara naluri alamiah basyariyahnya dari rutinitas perawatnya saat Nabi masih kecil. Penggembalanya bukan ayahnya sendiri Abdullah. Abdullah meninggal saat Nabi Muhammad masih di kandungan ibunya, Sayyidah Aminah. Permainan kata itu memang jelas diceritakan dalam Al-Qur’an.

 يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ  

Artinya: “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS At-Taubah: 32) Oleh karena propaganda pengolahan kata ini, disebutkan dalam kitab Târîkhus Suyûthî: 

وَمِنْ ذَلِكَ اِرْتَدَّ جَمْعٌ مِنَ الصَّحَابَةِ  

Artinya: “Dengan permainan kata-kata orang Yahudi, beberapa orang sahabat menjadi murtad.”  

Saat Rasulullah mendapatkan wahyu Al-Qur’an, kemudian ada nâsikh-mansûkh ("amandemen" ayat) misalnya, propaganda yang dilancarkan adalah “Lihatlah, masak nabi plin-plan (berubah-ubah) begitu. Dulu katanya kiblat shalat ke arah Baitul Maqdis. Kiblat tersebut sudah tepat karena sesuai kiblatnya Nabi Musa. Mengapa sekarang menjadi bergeser ke arah Ka’bah? Hal ini pasti karena Muhammad sedang kangen sama keluarganya yang ada di Makkah sana, sehingga ia hadapkan kiblat ke sana. Kangen yang merupakan urusan personal Muhammad, tapi anehnya ia menghubungkan dengan masalah kiblat.” Begitulah kira-kira cercaan orang kafir Makkah.   Kalau kita melihat sejarah, protes tersebut muncul setelah 16 bulan Baginda Nabi di Madinah. Saat itu, shalat masih menghadap ke arah Baitul Maqdis di Palestina, kemudian Allah menurunkan wahyu: 

  فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ 

Artinya: “Maka sungguh aku palingkan mukamu ke arah kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. (QS Al-Baqarah: 144)  Sejak saat itu, Al-Qur’an turun sesuai dengan nalar sejarah. Ilmiah dan tidak mitos. Menjadikan Al-Qur’an tidak bisa dibantah sebagaimana pula yang disebutkan di ayat berikut:

  إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ، فِيهِ آيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ 

Artinya: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim;  (QS Ali Imran: 96-97)  

Dengan ayat ini, Nabi Muhammad berani menantang orang-orang Yahudi. Apa salahnya saya punya dua kiblat? Kiblat saya di Baitul Maqdis, karena memang Nabi Musa, Nabi Isa di sana. Sekarang saya menghadap kiblat yang lain, yaitu kiblatnya Ibrahim. Dia lebih senior. Secara sejarah, Makkah lebih tua peradabannya. Adapun Nabi Musa, Isa mempunyai periode setelah Ibrahim. 

Setelah penjelasan ilmiah ini, sahabat-sahabat menjadi bangga mempunyai kiblat shalat yang dua sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits.  Kisah di atas menunjukkan, kiblat orang Islam ke arah Makkah bukan berdasar mitos atau kultus, tapi bisa dibuktikan secara ilmiah. Seumpama Nabi Muhammad berkata “Karena nabinya sekarang saya, maka kiblatnya terserah saya”, Itu sah-sah saja. Namun, ternyata tidak demikian. Nabi lebih bisa menyodorkan bukti secara ilmiah sehingga bisa diterima akal sehat. Jika kita ingin melihat buktinya sendiri, di Masjidil Haram sekarang dapat kita saksikan ada maqam Ibrâhim, yaitu tempat di mana Nabi Ibrahim melakukan ibadah. Ada lagi hijir Ismail. Hijir itu berarti hujrah, artinya kamar. Hijir Ismail berarti kamarnya Ismail, letaknya ada di samping Ka’bah.  

Kembali ke masalah Isra’. Nabi Muhammad dalam menjalani Isra’, selain menjalani proses ritual, juga mengasah intelektualitas. Ia bertemu dan diskusi dengan Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain, sehingga apa yang dilakukan Nabi Muhammad, relnya sama dengan nabi-nabi pendahulunya. Tradisi pertemuan secara langsung ini dikenal dengan tradisi sanad. Atau di pesantren dikenal dengan sanad muttashil. Apabila sanad tidak bersambung, nanti akan terjadi penyimpangan yang merusak. Masing-masing orang berhak memahami agama sesuai dengan kemampuan masing-masing. Oleh karena itu, setiap nabi harus punya platform atau karakter yang sama dengan nabi-nabi yang lain dengan cara bertemu secara langsung. Dalam pendidikan intelektual Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam saat Isra’, selain bertemu para nabi terdahulu, juga dikenalkan karakter-karakter nabi tersebut. 

Di dalam Al-Qur’an diceritakan kisah-kisah Nabi yang diutus sebelum Nabi Muhammad. Dengan menceritakan itu, akan menjadikan kebijakan dan pola pikir Nabi Muhammad selaras dengan yang dilakukan oleh nabi-nabi terdahulu (mushaddiqan limâ baina yadaih).  Contohnya Nabi Muhammad diberi cerita oleh Allah tentang kisah Nabi Ibrahim yang ayahnya penyembah patung. Bagi Nabi Ibrahim, ini merupakan problem. Ayahnya sendiri tidak patuh kepada Allah. Dengan kisah tersebut, Nabi Muhammad menjadi faham, yang menghadapi problem keluarga tidak hanya beliau sendiri, tapi Nabi Ibrahim juga menghadapi problem keluarga yang sama bahkan lebih berat Ibrahim. Nabi Muhammad lebih ringan karena yang tidak taat keluarga Nabi Muhammad hanya berhenti kepada level paman saja, Abu Jahal, Abu Lahab dan lain sebagainya, tidak seperti Ibrahi yang sampai ayahnya kafir, tidak mau beriman kepada Allah.  Nabi Nuh anaknya tidak patuh, Nabi Luth istrinya menjadi penghianat, Nabi Musa yang temperamental. 

Semuanya diceritakan Al-Qur’an untuk mengajari Nabi Muhammad. Nabi Musa yang temperamental, apabila ada yang tidak sesuai dengan kehendaknya, Nabi Musa bisa sampai memukul orang lain dan hal ini memang manusiawi (basyariyah). Pembelaan Musa berawal dari dua orang lelaki yang bertengkar. Satunya berasal dari suku yang satu klan dengan Nabi Musa sendiri. Lawannya adalah orang yang dari klan lain. Karena habis melakukan pembunuhan tak sengaja, Nabi Musa melarikan diri, kemudian mendapatkan suaka politik dari Nabi Syu’aib.  Pelajaran penting dari hal tersebut. Bahwa nabi-nabi banyak yang mengalami problem dengan masyarakat sekitarnya. Kemudian mereka keluar, diterima dengan komunitas yang baru. Nabi Musa dikasih suaka Nabi Syu’aib. Ia keluar dari komunitas Fir’aun. Nabi Muhammad mempunyai garisi yang sama. Beliau awalnya mempunyai masalah dengan komunitas Makkah. Sebelum Nabi Hijrah, saat masih di Makkah, Nabi bahkan sampai diembargo. Tidak boleh ada aliran dana dan distribusi ekonomi, makanan yang sampai ke tangan Nabi sampai-sampai Nabi memakan daun-daunan.  Di kemudian hari, Nabi Muhammad mendapatkan komunitas baru. Beliau diselamatkan dan diterima oleh sahabat anshar di Madinah. Kisah ini sangat mirip dengan cerita Nabi Musa yang mendapatkan suaka politik dari Nabi Syu’aib setelah melarikan diri dari wilayah cengkeraman komunitas Fir’aun.  Atas petunjuk-petunjuk cerita dari Allah, karakter-karakter para Nabi itu tidak berubah. Mereka selalu berdiri di atas rel yang sama. Kita juga sama. Sehingga apabila kita kenal dengan karakter-karakter Nabi, kita akan sangat mudah mengenali Nabi palsu. 

Kenapa di Al-Qur’an itu sering dikisahkan cerita-cerita nabi terdahulu secara berulang kali? Karena untuk membentuk karakter Nabi Muhammad supaya sesuai dengan para nabi yang sudah lampau, tidak sampai melenceng. Hal tersebut kemudian ditiru oleh guru kita. Guru-guru itu meniru metode dan gaya guru di atasnya. Misalnya, saat mengajar harus istiqamah, walaupun santrinya hanya dua saja, tetap harus diajar, kalau sudah jadi kiai jangan jelalatan matanya saat lihat uang dan lain sebagainya.  Satu riwayat menjelaskan bahwa Nabi saat di Palestina, pada saat menambatkan tali buraq, tempatnya sama persis dengan tempat yang dibuat para nabi-nabi terdahulu menambatkan keledai atau tunggangan yang lainnya. Tradisi ini berlangsung dan turun temurun antar nabi. Begitu pula saat Mi’raj (naik), tempat naiknya Rasulullah ke langit juga sama yang dibuat naik para nabi yang telah lampau.  

Sekarang pindah membahas tentang masalah aqidah. Isra’ yang merupakan perjalanan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, para ulama sepakat bahwa Isra’ benar-benar terjadi baik secara ruh dan jasad. Bagi orang yang mengingkari hal tersebut dikatakan sebagai orang kafir karena jelas-jelas bertentangan dengan dalin nash (tekstual) Al-Qur’an surat Al-Isra’: 1.  Para ulama berbeda pendapat tentang Mi’raj, perjalanan Nabi dari Masjidil Aqsha menuju Sidratil Muntaha. Perbedaan mereka antara lain ada yang mengatakan ruhnya saja, ada yang menjelaskan badan dan ruhnya. Oleh karena itu, timbul perbedaan pendapat di antara para ulama. Bagi orang yang ingkar atau tidak percaya pada Mi’raj tidak sampai kafir karena tidak bertentangan dengan nash dalil agama atau konsensus (ijma’) ulama. Kita sebagai kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, sebagaimana disepakati saat muktamar Jombang, kita disuruh memakai pendapat yang tercantum dalam kitab Al-Kawakibu al-Lama’ah karya Kiai Fadlol, Sendang, Senori, Tuban. Apabila kita mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa Mi’raj Rasulullah hanya secara ruhani dengan hanya berdasar pemikiran “ilmiah” semacam orang yang terbang dengan kecepatan sekian, itu tidak tepat. Agama tidak bisa diukur dengan ilmiah secara menyeluruh. Contoh, ada orang yang sudah meninggal, di tanah di dalam tanah, secara ilmiah tidak mungkin keluar lagi. Sebagai data pendukung bahwa Mi’raj Nabi benar-benar terjadi adalah disebutkannya hadits-hadits shahih yang menyatakan nabi bertemu dengan Nabi A, Nabi B, dan sebagainya. (Ahmad Mundzir) 


Share:

Label

Pendiri NU

Pembangunan Gedung NU

SIPNU

GALERRY FOTO

LINK KARTANU

GEDUNG MWC NU

Recent Posts

Pengunjung

Flag Counter