Setiap menjelang bulan Rajab, senantiasa ada diskusi pro dan kontra perihal puasa Rajab, mencuat dan menjadi topik pembicaraan hangat. Pihak yang setuju menyatakan bahwa puasa Rajab itu adalah sunah, sementara pihak yang tidak setuju menyatakan sebagai bid’ah. Dan bila tidak ada perubahan, tahun ini bulan Rajab dimulai pada Sabtu (13/02/2021).
Rajab dan Keutamaannya
Bulan Rajab adalah bulan ketujuh dari bulan hijriah (penanggalan Arab dan Islam). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad Shalallah Alaihi Wasallam untuk menerima perintah shalat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini. Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab. Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan.
Tentang bulan-bulan ini, al-Qur’an menjelaskan: Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus. Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. at-Taubah: 36)
Hukum Puasa Rajab
Ditulis oleh al-Syaukani dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur al-Sam’ani yang mengatakan bahwa tidak ada hadits kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus.
Namun demikian, seandainya seluruh hadits yang secara khusus menunjukkan keutamaan dan kesunahan berpuasa pada bulan Rajab belum kokoh dijadikan landasan, maka riwayat tentang tradisi puasa Rasulullah, dan hadits-hadits yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan-bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.
Riwayat berikut yang kemudian dikomentari Imam An-Nawawi akan memperjelas pembahasan kita.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ نُمَيْرٍ وحَدَّثَنَا ابْنُ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِي حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ حَكِيمٍ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ سَأَلْتُ سَعِيدَ بْنَ جُبَيْرٍ عَنْ صَوْمِ رَجَبٍ وَنَحْنُ يَوْمَئِذٍ فِي رَجَبٍ فَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَقُولُ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لَا يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى
نَقُولَ لَا يَصُومُ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr ibn Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibn Numair -dalam riwayat lain- dan telah menceritakan kepada kami Ibn Numair, telah menceritakan kepada kami bapakku, telah menceritakan kepada kami Utsman ibn Hakim al-Anshariy, ia bertanya kepada Said ibn Jubair mengenai puasa Rajab, sedangkan saat itu kami berada pada bulan Rajab, maka ia menjawab: Kami mendengar bahwa Ibn Abbas Radhiyallahu Anhu berkata: Dahulu Rasulullah SAW berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak meninggalkan puasa (puasa terus), dan Rasulullah tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak berpuasa. (HR Muslim no 1157).
Imam An-Nawawi dalam Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim memahami sebagai berikut:
الظّاهِر أنّ مرادَ سعِيد بن جُبير بِهذا الاسْتِدلال أنّهُ لا نهْيَ عنه ولا ندبَ فيْه لِعيْنِه بلْ لهُ حكمُ باقِي الشُّهور ولمْ يثبتْ في صومِ رجبَ نهيٌ ولا نَدب لِعينه وَلكِن أصْل الصّومِ منْدوبٌ إليه وفي سُنن أبِي داودَ أنّ رسولَ اللّه صلّى اللّه عليه وسلّمَ ندبَ إلى الصّومِ مِن الأشهُر الحُرُم ورجبُ أحدُها
Artinya: Istidlal yang dilakukan Sa’id Ibnu Jubair menunjukkan tidak ada larangan dan kesunahan khusus puasa di bulan Rajab. Hukumnya disamakan dengan puasa di bulan lainnya, sebab tidak ada larangan dan kesunahan khusus terkait puasa Rajab. Akan tetapi hukum asal puasa adalah sunah. Di dalam Sunan Abi Dawud disebutkan Rasulullah menganjurkan puasa di al-Asyhur al-Hurum (bulan-bulan terhormat). Sementara Rajab termasuk salah satunya.
Di sisi lain, pelarangan terhadap puasa Rajab juga telah menjadi kabar yang simpang siur sejak dahulu, sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim berikut:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى أَخْبَرَنَا خَالِدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ مَوْلَى أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ وَكَانَ خَالَ وَلَدِ عَطَاءٍ قَالَ أَرْسَلَتْنِي أَسْمَاءُ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ فَقَالَتْ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَرِّمُ أَشْيَاءَ ثَلَاثَةً الْعَلَمَ فِي الثَّوْبِ وَمِيثَرَةَ الْأُرْجُوَانِ وَصَوْمَ رَجَبٍ كُلِّهِ فَقَالَ لِي عَبْدُ اللَّهِ أَمَّا مَا ذَكَرْتَ مِنْ رَجَبٍ فَكَيْفَ بِمَنْ يَصُومُ الْأَبَدَ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Yahya ibn Yahya; telah mengabarkan kepada kami Khalid ibn 'Abdullah dari Abdul Malik, dari Abdullah -budak- dari Asma' bint Abu Bakr dan dia juga adalah paman anaknya 'Atha, dia berkata: Asma' binti Abi Bakr pernah menyuruh saya untuk menemui Abdullah ibn Umar agar menyampaikan pesannya yang berbunyi: Telah sampai kepada saya bahwasanya, engkau telah mengharamkan tiga hal; pakaian yang terbuat dari campuran sutera, pelana sutera yang berwarna merah tua, dan berpuasa di bulan Rajab seluruhnya. Abdullah ibn 'Umar berkata kepadaku: Mengenai berpuasa di bulan Rajab yang telah engkau singgung tadi, maka bagaimana dengan orang yang berpuasa selama-lamanya? (HR Muslim no. 2069).
Imam Nawawi menjelaskan:
أمّا جوابُ ابنُ عمرَ في صومِ رجبَ فإنكارٌ مِنه لِما بلغهُ عنهُ مِنْ تحْريمهِ، وإِخبارٌ بأنّه يصوم رجبا كلَّه ، وأنّه يصومُ الأبد. والمرادُ بالأبدِ ما سِوى أيّامِ العيدَينِ والتّشريقِ
Artinya: Jawaban Ibn Umar mengenai puasa Rajab tersebut merupakan penolakan atas kabar larangan puasa Rajab yang disinyalir bersumber dari dirinya, bahkan jawabannya merupakan pemberitahuan bahwa ia sendiri melakukan puasa Rajab sebulan penuh dan puasa selamanya yakni puasa sepanjang tahun selain dua hari raya dan hari-hari tasyriq.
Tentu tradisi puasa Ibn Umar ini sesuai dengan anjuran Rasulullah agar kaum muslimin berpuasa pada bulan-bulan haram. Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda: Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia). (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadits lainnya adalah riwayat al-Nasa’i dan Abu Dawud (disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): Usamah berkata pada Nabi Muhammad SAW: Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya’ban. Rasul menjawab: Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadlan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.
Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunah, ungkapan Nabi: ‘Bulan Sya’ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadlan yang dilupakan kebanyakan orang’ itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.
Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadits sahih Imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadlan. Nabi bersabda: Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-Muharram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).
Imam al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadlilah). Hari-hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap pekan. Terkait siklus bulanan ini al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadlilah di samping Dzulhijjah, Muharram dan Sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Muharram.
Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadlan adalah bulan-bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab dan Muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan Muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah Muharram adalah Rajab.
Ustadz Yusuf Suharto adalah Tim Narasumber Pengurus Wilayah (PW) Aswaja NU Center Jawa Timur dan Pengajar di Ma'had Aly Pesantren Mambaul Ma'arif, Denanyar, Jombang.
Sumber : https://jatim.nu.or.id/read/puasa-rajab-sunah-atau-bid-ah-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar